Kata Mereka: Surabaya - Rencana pemerintah untuk menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan berpengaruh besar terhadap banyak sektor.
Fyi, Saat ini, tarif PPN di Indonesia adalah sebelas persen yang berlaku sejak 1 April 2022 lalu. Informasi ini tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 29 Oktober 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), rencana kenaikan tarif PPN ini adalah merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan di Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak.
"Pertama, strategi ke depan adalah bukan kerek PPN, tapi kerek penghasilan pajak," terangnya kala itu.
Sehingga diharapkan dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak dapat lebih dioptimalkan.
Apa dampaknya ? Menurut ekonom Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Kumara Adji Kusuma, menyebut adanya dampak positif maupun negatif dari kenaikan PPN 12 persen ini.
"Di sisi positif, memang kenaikan PPN bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung program-program fiskal seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, efektivitas penggunaan dana tambahan ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat," ucapnya.
Sedangkan dampak negatifnya menurut Kumara adalah Kenaikan biaya hidup, Inflasi, Pengurangan daya beli masyarakat, yang tentunya akan berimbas kepada sektor usaha , baik usaha kecil maupun menengah yang akan kesulitan menaikkan harga produk untuk menutupi tambahan tarif PPN, sementara perusahaan besar mungkin dapat mentransfer biaya ini kepada konsumen.
Hal senada juga disampaikan oleh Shinta Widjaja Kamdani Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang meminta kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk mengevaluasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Shinta menjelaskan bahwa PPN 12 persen yang akan diterapkan pada 1 Januari 2025 bukanlah kebijakan yang mendadak. Oleh karena itu, kata dia, baik pemerintah maupun pengusaha sudah mempersiapkan diri, tetapi yang agaknya luput dari pemerintah adalah kondisi perekonomian masyarakat saat ini yang belum kuat dan stabil pasca pandemi.
“Yang harus menjadi perhatian adalah kedayaan beli. Jelas, dengan kondisi seperti ini, dengan kenaikan nanti 12 persen itu kan dibebankan ke konsumen. Jadi, nanti yang akan merasakan kenaikan itu konsumennya,” katanya. (Red)
Comentários