Kata Mereka: Surabaya, Liburan ke Surabaya tentu kurang lengkap tanpa menjajal kekayaan kulinernya. Ya, Surabaya memang dikenal sebagai salah satu tujuan kuliner populer di kalangan wisatawan. Sate Kelopo Ondomohen Bu Asih kini menjadi salah satu kuliner khas Surabaya yang wajib dikunjungi ketika kita sedang melancong ke kota pahlawan tersebut.
Sate Kelopo Ondomohen Bu Asih sudah ada sejak tahun 1945 bertepatan dengan tahun kemerdekaan Indonesia hingga hari ini.
Nama sate kelopo atau Klopo diambil dari bahasa Jawa yang artinya sate kelapa. Sementara itu, Ondomohen diambil dari bahasa kolonial Belanda yang artinya Balai Kota.
Pada masa kolonial atau tahun 1867, peta klasik di Surabaya menunjukkan bahwa sekitar warung sate itu ada sungai kecil yang mengalir ke utara dan melewati Kapasari-Kapasan dan Simokerto hingga ke Balai Kota dan sungai itu disebut dengan Kali Ondo. Belakangan, nama jalan Ondomohen diganti jadi Van Deventerlaan atau Jalan Genteng pada tahun 1916 sampai saat ini.
Berbeda dengan sate khas Madura, sate kelopo ini cukup variatif. Di sini, sate disajikan dengan parutan kelapa, yang tentu memiliki rasa yang mantap. Perpaduan daging sapi atau ayam dibumbu rempah, lalu dibakar di arang panas. Asapnya tercium wangi hingga membuat perut keroncongan.
Harga yang dikenakan ke pembeli juga tidak mahal berkisar Rp25.000-Rp37.000 per porsi sate, tapi harga tersebut belum termasuk nasi atau lontong. Sate kelopo yang berlokasi di Jalan Wali Kota Mustajab tersebut buka sejak pukul 07.00 WIB-23.30 WIB dan selalu ramai dikunjungi pembeli. Bahkan, tidak sedikit pembeli yang rela antri untuk menikmati sate kelopo itu.
Mengingat tempat makannya yang tidak terlalu besar, maka pembeli disarankan untuk langsung menempati tempat yang kosong agar tidak diselak oleh pembeli lainnya.
Sate kelopo itu sudah sering dikunjungi oleh a
Artis, Ibukota maupun sejumlah Pejabat Pemerintahan Pusat dan Daerah. Setiap ada tokoh publik yang datang, pemilik sate kelopo itu langsung mengajak berfoto dan besoknya langsung muncul di dinding warung.
Comments