Kata Mereka: Surabaya - Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengatakan, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 terkait Kesehatan akan berdampak luas terhadap industri rokok nasional.
Menurut Henry, ruang lingkup Pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429 - 463 dalam PP 28/2024 tersebut akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.
Merujuk pada kajian GAPPRI, proses penyusunan PP 28/2024 - pun sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi masyarakat. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.
"Perlu dicatat, negara yang mempunyai industri rokok yang besar seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing," tegas Henry.
Selain itu GAPPRI juga mencatat, PP 28/2024 disinyalir melanggar Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang penghormatan hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) warga negara dengan masing-masing profesinya. Selain itu, PP 28/2024 ruang lingkupnya lebih mewakili agenda FCTC daripada melindungi kemaslahatan asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, asosiasi industri tembakau.
Lebih lanjut Henry Najoan menegaskan, upaya pemerintah untuk memperketat regulasi dengan memberlakukan PP 28/2024 khususnya Pasal 429 - 463, tidak hanya mematikan pabrik rokok kretek legal, dampak sosialnya juga bertambah.
Contohnya saja Penyerapan tembakau dan cengkeh dalam negeri akan menurun tajam serta dampak negatif sangat besar bagi kesejahteraan petani tembakau, cengkeh, pekerja logistik, pedagang dalam negeri dan kehilangan mata pencaharian di sepanjang rantai ekonomi industri kretek legal nasional.
Henry Najoan mengungkapkan, industri kretek legal nasional sudah dalam kondisi kembang kempis yang terlihat dari turunnya jumlah pabrik dari 4.000 di tahun 2007 menjadi hanya 1.100 pabrik di tahun 2022. Tak ayal, pemerintah perlu bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial.
"Dalam kasus PP 28/2024, di luar kesehatan, pemerintah semestinya mempertimbangkan aspek lain seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau, dan kontinuitas sektor industri kretek legal nasional, hingga penerimaan negara, kami tegaskan, GAPPRI menolak keras PP 28/2024 yang jelas arahnya pada misi perdagangan dan penyisipan agenda LSM asing yang disponsori oleh kapitalis industri pesaing kretek untuk menghancurkan industri kretek legal nasional,” terang Henry. (Red)
Comentarios