Kata Mereka: Surabaya - Pasangan calon tunggal yang mewarnai kontestasi pilwali Kota Surabaya merupakan peristiwa yang langka, pasalnya dalam sejarah Pilkada, Surabaya merupakan kota yang selalu menjadi incaran Partai Politik.
Tentunya hal ini menjadi suatu peristiwa yang menarik untuk di kaji. Dengan hanya adanya satu pasangan calon Walikota dan Calon Wakil Walikota saja yang maju berlaga, Pilwali kota Pahlawan dihadapkan pada keresahan sosial masyarakat yang melahirkan gerakan pilih kotak kosong.
Beberapa warga Surabaya bahkan terang-terangan menunjukkan sikap politiknya pada kotak kosong bahkan diikuti ajakan kepada warga lainnya untuk memilih kotak kosong pada November mendatang.
KPU mencatat terdapat 43 daerah yang juga akan menggelar pilkada dengan calon tunggal tahun 2024 ini. KPU pun kemudian telah memperpanjang masa pendaftaran pada Senin (2/9) hingga Rabu (4/9) guna menjaring calon pimpinan daerah.
Kotak kosong merupakan sebuah istilah yang lahir dari proses alamiah tahapan pilkada yang muncul karena hanya ada calon tunggal. Sehingga, gerakan ini layak disebut kelompok yang tidak memilih calon tunggal.
Adanya gerakan tidak memilih calon tunggal merupakan pilihan politik setiap orang. Namun begitu, tentunya setiap orang pasti memiliki alasan yang jelas dalam menentukan pilihannya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya sendiri menyebut gerakan memilih kotak kosong yang muncul pada Minggu (01/09) lalu di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya tidak termasuk kampanye hitam.
Menurut Ketua Bawaslu Surabaya, Novli Bernardo Thyssen mengatakan, gerakan itu wajar muncul di negara demokrasi sebagai bentuk warga untuk menyalurkan aspirasi.
“Pilkada sebagai instrumen demokrasi, itu hal yang lumrah, wajar ketika masyarakat menyuarakan aspirasinya, termasuk ketika mereka katakan fenomena mendukung calon tunggal, ya wajar wajar saja. Itu bagian dari bentuk aspirasi, tidak ada masalah,” ujar Novli, Rabu (04/09)
Lebih lanjut Novli mengatakan, ada beberapa faktor pemicu gerakan pilih kotak kosong ini muncul, salah satunya, masyarakat merasa calon tunggal yang ada tak sesuai dengan harapan.
Hal ini secara tidak langsung menunjukkan gagalnya partai politik-partai politik untuk mengajukan calon terbaiknya masing-masing.
“Ada beberapa hal, bisa jadi itu kekecewaan mereka terhadap partai politik karena parpol dianggap gagal di dalam mendistribusikan kader-kader terbaiknya untuk mencalonkan sebagai kepala daerah, karena itu tugas partai politik,” ungkap Novli.
Termasuk evaluasi masyarakat terhadap kinerja calon tunggal petahana. Atau justru calon yang diinginkan ternyata tidak maju dalam kontestasi Pilkada.
Disisi lain, melihat fenomena calon tunggal di 43 daerah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan pilkada ulang dilakukan pada 2025 jika di Pilkada serentak 2024 ada daerah yang dimenangkan kotak kosong.
"Setahun, tahun depan," terang Ketua KPU Mochammad Afifuddin di sela agenda Forum Koordinasi dan Konsultasi Peran Strategis Media Massa Nasional dalam Pilkada.
Untuk itu KPU akan segera konsultasi dengan pembuat undang-undang soal usulan Pilkada ulang dilakukan pada tahun depan jika kotak kosong menang.
"Kami sudah bersurat. Mungkin konsultasi kepada pembuat UU ke DPR Insya Allah minggu depan di hari-hari awal mungkin tanggal 9 atau 10 nanti akan ketemu," ujarnya. (Red)
Comments