Kata Febri : 9/10
Salah satu karya Timo yang tidak boleh dilewatkan. Saya pribadi mengikuti karya beliau seperti di The ABCs of Death (2012), V/H/S/2 (2013), Headshot (2016), V/H/S 94 (2021) dan masih banyak lainnya. Memang sepertinya spesialis di genre horor dan laga khususnya aksi laga yang gore (gambaran sadis dan kejam yang menggambarkan banyak darah atau cedera yang mengerikan)
Film ini mungkin belum sebrutal atau se-inventif The Night Comes for Us (2018) bahkan masih jauh bila dibandingkan The Raid (2011). Namun, tetaplah film aksi laga ini di atas rata-rata, bukan cuma dalam konteks sinema Indonesia saja tapi juga merambah global. Karena setiap aksinya disajikan dalam durasi panjang, pertarungan yang gila, dan tentu saja cipratan darah di mana-mana (banyak adegan yang bikin ngilu seperti pemenggalan kepala, slow motion penembakan, penusukan bertubi-tubi, dan lain sebagainya).
Perlu diapresiasi adalah penggunaan wajah-wajah baru yang menjadikan film ini menjadi lebih segar, ditambah kebanyakan pemerannya wanita.
Yang cukup menarik adalah bagaimana Timo menggunakan baku hantamnya sebagai alat bercerita. Pada dasarnya adalah kisah pendewasaan seorang gadis remaja dengan ketidakstabilan emosinya. Setiap pukulan, tendangan, bahkan tusukan yang pemeran utamanya terima menempanya jadi makin kuat. Sebagai jagoan di film aksi, alasan sijagoan nampak keren bukan soal bagaimana ia mustahil dikalahkan, melainkan karena tidak peduli seberapa mematikan serangan yang diterima, ia tetap berdiri. Ya macam John Wick lah.
Sinopsis :
perjalanan 13, seorang pembunuh bayaran muda (Aurora Ribero). Setelah gagal menyelesaikan sebuah misi, organisasi tempatnya bernaung menyarankannya untuk beristirahat. Namun, ketika seorang anak yang dekat dengannya tiba-tiba hilang, 13 memutuskan untuk mencarinya, meskipun harus berhadapan dengan mentornya sendiri dan organisasi misterius The Shadows.